Sabtu, 07 November 2015

DURABILITAS STRUKTUR BETON DI LINGKUNGAN LAUT


Laut merupakan wilayah yang paling luas di permukaan dunia, dengan luas mencapai 70% dari seluruh permukaan dunia, dan memiliki sifat korosifitas yang sangat agresif. Untuk itu, struktur atau peralatan yang terpasang di laut dan terbuat dari logam, seperti jembatan, tiang pancang dermaga atau anjungan minyak, telah diberi proteksi untuk mengendalikan serangan korosi di lingkungan laut. Salah satu bentuk proteksi yang umum diterapkan adalah menggunakan selimut beton (concrete encasement) padabajatulangan. Walaupun telah diproteksi dengan selimut beton, masih sering ditemukan baja tulangan beton yang terserang korosi, yang tentu saja berdampak pada menurunnya kekuatan struktur. Makalah akan membahas mengenai aspek-aspek penyebab dan pengendalian korosi pada baja tulangan beton yang digunakan untuk struktur-struktur yang di lingkungan laut.

1. Bahan
a. Kelebihan Beton
Kelebihan beton dibanding dengan bahan bangunan lain adalah:
1. Harga relatif murah karena menggunakan bahan-bahan dasar dari bahan lokal
. Beton termasuk bahan aus dan tahan terhadap kebakaran, sehingga biaya perawatan termasuk rendah
3. Beton termasuk bahan yang berkekuatan tekan tinggi, serta mempunyai sifat tahan terhadap pengkaratan/pembusukan oleh kondisi alam.
4. Ukuran lebih kecil jika dibanding dengan pasangan batu
5. Beton segar dapat dengan mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk apapun dan ukuran seberapapun tergantung keinginan.
b. Kekurangan beton
Kekurangan beton dibanding dengan bahan bangunan lain adalah :
1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah sehingga mudah retak, oleh karena itu diperlukan baja tulangan untuk menahannya.
2. Beton segar mengerut saat pengeringan dan beton keras mengembang jika basah sehingga dilatasi (construction joint) perlu diadakan pada beton yang berdimensi besar untuk memberi tempat bagi susut pengerasan dan pengembangan beton.
3. Beton dapat mengembang dan menyusut bila terjadi perubahan suhu, sehingga perlu dibuat dilatasi untuk mencegah terjadinya retak-retak akibat perubahan suhu
4. Beton sulit untuk kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, dan air yang membawa garam dapat merusak beton
5. Beton bersifat getas sehingga harus dihitung dan didetail secara seksama agar setelah dikombinasikan dengan baja tulangan menjadi bersifat daktail

2. Permasalah
Daerah yang paling agresif pada lingkungan laut adalah zona atmosferik dan zona percikan (splashing), karena pada zona tersebut kandungan oksigen sangat tinggi, sehingga meningkatkan laju korosi. Bentuk-bentuk serangan korosi yang umum terjadi di lingkungan laut adalah korosi merata, korosi galvanik, korosi sumuran (pitting) dan korosicelah(crevice).
Agresivitas lingkungan laut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti :
· Laut merupakan elektrolit yang memiliki sifat konduktivitas tinggi
· Kandungan oksigen terlarut cukup tinggi
· Temperatur permukaan laut umumnya tinggi
· Ion klorida pada air laut merupakan ion agresif
· Adanya biofouling

3. Rekomendasi Untuk Mendapatkan Struktur Beton yang Durable di Lingkungan Laut
   Penggunaan bahan dasar beton (seperti agregat) dan beton berkualitas baik
   Pemberian selubung beton dengan ketebalan tertentu yang sesuai dengan kondisi lingkungan yang akan dihadapi. Semakin korosif lingkungan, semakin tebal selimut beton yang dibutuhkan
   Pengontrolan lebar retak yang boleh terjadi pada beton bertulang saat dikenakan beban layan (service load). Semakin korosif lingkungan semakin kecil lebar retak yang boleh terjadi pada beton
   Perlindungan terhadap tulangan (menghindari korosi)
   Pemberian bahan penyelubung tulangan
Tahapan Pelaksanaan :
   Penggunaan material-material dasar yang berkualitas baik dan memenuhi persyaratan teknis yang berlaku
   Pelaksanaan pengecoran beton yang baik
   Pemadatan beton yang baik
   Perawatan beton yang baik
   Penggunaan material baja tulangan yang mutunya baik dan seragam. Ketidakseragaman mutu bahan logam dapat menjadi pemicu terjadinya korosi
   Penerapan lapisan pelindung yang baik
Aspek durabilitas dan aksi merusak dari lingkungan yang menyebabkan kegagalan struktur terutama struktur beton bertulang yang terekspos di lingkungan agresif yang ditinjau adalah lingkungan laut, dimana aksi merusak adalah peristiwa korosi pada baja tulangan yang diakibatkan oleh penetrasi ion klorida yang bersumber dari air laut. Pemodelan usia layan yang didefinisikan sebagai tahap inisiasi korosi mengacu pada Kondisi batas diambil sebagai kondisi dimana nilai konsentrasi klorida pada tulangan setelah waktu dan jarak tertentu telah melebihi/sama dengan nilai ambang batas klorida yang disyaratkan. Probabilitas kegagalan didefinisikan sebagai tingkat probabilitas awal terjadinya korosi. Studi parametrik dilakukan terhadap variasi nilai selimut beton, nilai koefisien difusi, nilai konsentrasi klorida dipermukaan dan nilai ambang batas klorida serta kondisi eksposur dari lingkungan laut.

4. Lingkungan agresif
Definisi lingkungan agresif ACI Committee mendefinisikan lingkungan agresif pada beton adalah lingkungan yang rawan terhadap serangan kimia, yang didalamnya termasuk serangan klorida, serangan sulfat, asam karbonasi, serta lingkungan air laut. Lingkungan yang demikian menyebabkan terjadinya abrasi pada beton dan terjadinya korosi pada tulangan beton.
Serangan air laut Derajat keasaman air laut pada umumnya berkisar antara 8,2 sampai dengan 8,4 Dilihat secara umum air laut mengandung 3,6 % sampai dengan 4 %
garam yang terlarut, dimana garam – garam tersebut terdiri dari 75% Natrium
Khlorida ( NaCl ), 10% Magnesium Sulfat (MgSO4), dan 10 % garam sulfat (Magnesium Sulfat, Gypsum, dan Kalium Sulfat),
NaCl tidak bereaksi dengan hasil hidrasi semen. Namun kristalisasi dari
garam di dalam pori akan menyebabkan kehancuran. Hal ini terutama terjadi pada beton yang terletak di antara batas pasang surut. Untuk beton bertulang, penyerapan air laut oleh beton menyebabkan terbentuknya daerah anoda dan katoda, akibatnya proses elektrolit dari ion-ion ini menghasilkan korosi pada tulangan baja akibat kehancuran beton di sekitarnya. Uap Cl - di permukaan laut bisa menyerang ke struktur – struktur di
atasnya sejauh kurang lebih 20 m. Karat yang terjadi akibat peristiwa korosi
tulangan tersebut mempunyai volume kurang lebih 2,5 % kali lebih besar yang
menyebabkan beton tersebut pecah., Protection Against Chloride – Induced Corrosion )

5. Derajat Keasaman
Besi dalam beton sebenarnya tahan terhadap korosi karena sifat alkali
dari beton ( pH 13 – 14 ) sehingga terbentuk lapisan pasif di permukaan besi
dalam beton. Derajat keasaman beton adalah dalam kondisi basa. Perendaman
beton di dalam larutan yang agresif akan mengakibatkan terjadinya proses
karbonasi (carbonation), intrusi ion – ion klorida dan gas CO2 sehingga
cenderung menghilangkan sifat basa dan merusak lapisan pasif pada permukaan besi. Dengan rusaknya lapisan pasif tersebut, dengan mudah tulangan akan menjadi terkorosi

6. Kadar Klorida ( Chloride Content)
Kadar klorida atau chloride content merupakan suatu nilai yang penting
dalam mengidentifikasikan kondisi tulangan beton terutama terjadinya korosi
pada tulangan beton akibat serangan ion klorida umlah ion klorida maksimum adalah jumlah konsentrasi ion klorida maksimum yang terdapat dalam beton yang telah mengeras pada umur 28 hari
hingga 42 hari yang didapat dari bahan campuran termasuk air, agregat, bahan
bersemen, dan bahan campuran tambahan. ( SNI : 03-2854-1992 )
Jumlah maksimum ion klorida tidak boleh melebihi nilai batas seperti
yang ditentukan pada tabel berikut ini :
Jumlah Maksimum Ion Klorida Jenis Komponen Struktur Beton Dalam beton dinyatakan dalam % terhadap massa semen
Beton prategang 0,06 Beton bertulang berhubungan dengan 0,15 klorida Beton bertulang yang selalu kering atau 1,00 terlindung dari lembab Beton polos 0,30 Sumber : SNI 03 – 2854 – 1992


7. Half Cell Potential
Fungsi metode Half Cell Potential Metode pungujian ini mencakup teknik estimasi daya listrik Half Cell Potential baja tulangan tanpa lapisan pelindung dalam beton di laboratorium. Untuk menentukan besarnya korosi pada baja tulangan. Half Cell Potential ini dapat dipakai untuk semua sampel tanpa memperhitungkan ukuran ataupun kedalaman lapisan penutup beton pada baja tulangan dan dapat digunakan setiap saat selama jangka waktu hidup balok beton, dalam hal ini Half Cell Potential hanya dapat digunakan untuk tulangan yang terselimuti oleh beton. Hasil yang diperoleh dari pengujian ini tidak harus dianggap sebagai alat untuk memperkirakan materi struktural yang menyusun baja atau balok beton bertulang. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, diperlukan sumber data lain seperti kandungan klorida dan derajat keasaman beton.
Bagian – bagian Alat half Cell Potential ( ASTM C 876 – 91 )
1. Half Cell Half Cell yang terbuat dari sulfat copper – copper terdiri dari sebuah
tabung keras atau wadah yang berisi materi dielektrik yang tidak bereaksi
dengan copper atau sulfat cooper, sebuah kayu penyerap atau sumbat plastik
yang selalu basah karena adanya daya kapiler, dan sebuah batang tembaga
yang dimasukkan ke dalam tabung pada larutan sulfat copper jenuh. Larutan
ini harus dibuat dengan reagent sulfat copper yang larut dalam air suling.
Larutan dapat dianggap jenuh ketika terjadi endapan di dasar larutan.
Tabung yang digunakan memiliki diameter dalam tidak kurang dari 1
inchi ( 2,54 cm ); diameter sumbat penyerap tidak boleh kurang dari 0,5 inchi
( 1,3 cm ); diameter batang tembaga tidak boleh kurang dari 0,25 inchi
( 0,6 cm ) dengan panjang yang tidak kurang dari 2 inchi ( 5 cm ).
1. Alat pembagi arus listrik Alat pembagi arus listrik dapat digunakan untuk menyediakan jembatan tahanan listrik berdaya rendah antara permukaan beton dan half cell. Alat ini terdiri dari satu sejumlah spon pra – basah dengan tahanan listrik rendah dalam bentuk larutan. Spon ini bisa dibalut seluruhnya dan Half Cell Potential, sebagian atau secara keseluruhan merefleksikan kandungan kimia lingkungan elektroda. Sebagai misal, peningkatan konsentrasi klorida dapat mengurangi konsentrasi ion belerang pada bagian anoda baja sehingga merendahkan ( menjadikan lebih negatif ) nilai potensial.

8. Corrosion inhibitor
Pada saat ini studi mengenai corrosion inhibitor telah mengalami perkembangan, hal ini seiring dengan kebutuhan dunia konstruksi khususnya pada pembuatan beton bertulang di lingkungan agresif. Lingkungan agresif dalam hal ini merupakan daerah yang mempunyai kandungan kimia tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada struktur beton, baik pada beton itu sendiri seperti terjadinya pelapukan beton, maupun terjadinya korosi pada tulangan beton. Untuk dapat mengakomodasi kebutuhan tersebut maka corrosion inhibitor juga mengalami perkembangan baik dari tingkat keefektifannya sampai pada cara pengaplikasiannya yang semakin praktis.
Seperti kita ketahui corrosion inhibitor sudah banyak diaplikasikan
secara luas di negara – negara maju saat ini. Hal ini merupakan tantangan bagi
dunia industri beton bertulang di Indonesia untuk juga dapat mengaplikasikan
corrosion inhibitor secara lebih luas. Pada hakekatnya corrosion inhibitor tidak
hanya dapat digunakan untuk mengurangi terjadinya korosi pada tulangan beton,
tetapi secara otomatis dapat meningkatkan lifetime beton bertulang, khusunya
yang berada di lingkungan agresif. Untuk mengakomodasi kebutuhan ini maka
dikembangkan corrosion inhibitor yang dapat diaplikasikan secara mudah,
memiliki tingkat keefektifan yang tinggi tanpa mengurangi durability,
permeability serta kualitas beton itu sendiri Secara umum terdapat perbedaan Yang mendasar pada beton bertulang dengan corrosion inhibitor dan beton bertulang non corrosion inhibitor, dimana pemakaian corrosion inhibitor pada beton bertulang bertujuan untuk menghalangi terjadinya reaksi zat-zat agresif dengan logam besi (tulangan) yang dapat mengakibatkan terjadinya korosi.Pada beton bertulang non corrosion inhibitor selimut beton tidak akan mampu untuk mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat mengakibatkan tulangan beton menjadi terkorosi. Perbedaan terjadinya korosi pada beton bertulang dengan corrosion inhibitor dan beton bertulang non
corrosion inhibitor
Salah satu Corrosion inhibitor yang dikembangkan saat ini adalah
Corrosion Inhibitor Ferrogard 903.
Inhibitor dapat didefinisikan sebagai zat kimia yang apabila
ditambahkan/dimasukkan dalam jumlah sedikit ke dalam suatu zat koroden
( lingkungan yang korosif ) dapat secara efektif memperlambat atau mengurangi
laju pengkaratan yang ada.
Corrosion inhibitor Ferrogard 903
Ferrogard 903 merupakan salah satu corrosion inhibitor yang cara
pemakaiannya dilapiskan pada permukaan beton bertulang. Ferrogard 903 dapat
masuk dan menyelimuti beton bertulang tersebut kemudian melindunginya dari
korosi baik akibat khlorida maupun akibat karbonasi pada beton. Ketebalan
lapisan film pada permukaan tulangan yang dibentuk oleh Ferrogard 903 adalah
setebal 10 -8m: Sika Ferrogard 901 and 903, corrosion inhibitors - evaluasion of test programe :). Ferrogard 903 merupakan gabungan dari amino alkohol, organik dan anorganik inhibitor
Lapisan film ini memperkecil akses dari oksigen terhadap tulangan baja pada katoda dan memperkecil baja menjadi larut pada anoda.

9. SERANGAN KIMIA PADA BETON
a. Serangan Sulfat
   Unsur yang berperan:
Mg SO4 : dari air laut/tanah
Ca(OH)2 : hasil sampingan reaksi hidrasi beton/semen
C3A : salah satu senyawa kimia dalam semen portland
1   Bentuk-bentuk reaksi:
Pertukaran ion Ca2+ dengan Mg2+
   Reaksi lanjutan pada gypsum:
   Pencegahan:
mengikat Ca(OH)2 dengan menggunakan supplementary cementing materials seperti flyash, silica fume dan slag mengurangi kandungan Ca(OH)2 dengan menggunakan semen tipe II dan V mengurangi kandungan C3A pada semen (semen tipe II dan V) meningkat tingkat kekedapan beton (rasio w/c yang rendah).
Type Pozolan, ada beberapa kelebihan. Selama ini, semen jenis Portland sudah dikenal dengan baik, yaitu jenis semen yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen Portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah bahan tambahan lain. Sedangkan semen jenis Pozolan (Portland Pozolan) yaitu jenis bahan pengikat hidrolis dihasilkan dengan cara menggiling bersama sama terak semen Portland dan bahan yang mempunyai sifat pozolan, atau mencampur secara merata bubuk semen Portland dan bubuk bahan yang mempunyai sifat pozolan dan boleh di tambahkan bahan-bahan lain asal tidak mengakibatkan penurunan kualitas.
Definisi Pozolan menurut ASTM C 618-96 adalah bahan yang mengandung senyawa silika atau silika dan alumina, di mana walaupun Pozolan tidak punya sifat sementasi, tetapi dengan bentuknya yang halus, dengan adanya air maka akan terjadi, bereakasi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada suhu biasa, membentuk senyawa yang memiliki sifat-sifat seperti semen (kalsium silikat dan kalsium aluminat hidrat).
Dibandingkan dengan sifat fisika semen Portland maka kekuatan awal semen Portland Pozolan agak lebih rendah akan tetapi pada perkembangan reaksi berikutnya, akan terjadi dua reaksi yang bersamaan yaitu reaksi antara Portland cement dengan air dan reaksi antara silika aktif (amorf) dengan Ca (OH)2 dan air sehingga kekuatan Portland Pozolan semakin lama menjadi semakin tinggi.
Seputar perbedaan aktivitas peningkatan resistensi SBC terhadap serangan air laut dan sulfat baik pada SBC maupun semen Portland Cement type II maupun type V dapat dijelaskan sebagai berikut:
1   Eliminasi pembentukan enttringite dengan menurunkan C3A (3CaO .Al2O3).Pada semen Portland Type II dan Type V, C3A diturunkan berturut-turut maksimum 8% dan 5% sedangkan pada SBC tergantung pada Silica Amorf yang ditambahkan, makin besar Silica Amorf yang ditambahkan C3A makin kecil dan enttringite makin sedikit.
2   Menurunkan pembentukan enttringite dengan mengeliminasi Ca (OH)2 dari hasil reaksi C3S (3CaO.SIO2) dan C2S (2CaO.SIO2) dengan air.Pada semen Portland type II dan type V tidak bisa mengeliminasi Ca(OH)2 sedangkan pada SBC terjadi pengeliminasian Ca(OH)2 yaitu dengan jalan pengikatan Ca(OH)2 oleh Silica Amorf membentuk CSH ( semen gel ) baru.
3   Meningkatkan kekedapan melalui pembentukan CSH (semen gel) baru. Pada semen Portland type II dan V tidak ada pembentukan CSH (semen gel) baru, sedangkan pada SBC ada peningkatan kekedapan dengan terbentuknya CSH baru: SIO2+Ca(OH)2+H2 ==> CSH
b. Aksi Klorida
   Bentuk reaksi:
Pertukaran ion Ca2+ dengan Mg2+
Hasil reaksi klorida berupa kalsium klorida yang dapat larut dalam air laut sehingga dapat mengarah pada penyusutan material : melemahkan beton.
   Pencegahan:
mengikat Ca(OH)2
mengurangi kandungan Ca(OH)2
meningkatkan tingkat kekedapan beton

10. SERANGAN MIKROBILOGIS PADA BETON
a. Pitting corrosion (Korosi bintik – bintik jamur)
Korosi secara lokal dimana proses korosi terbatas pada satu lokasi dan
berusaha menembus keadaan logam atau material yang bersangkutan.
Penyebab dari pitting corrosion adalah adanya ion-ion klorida merupakan
suatu autokatalitik katalis dari korosi tersebut. Dengan adanya air, garam klorida
ini akan terhidrolisa dan menghasilkan ion klorida kembali.
M M ++ + 2e M ++ + 2Cl - MCl2 MCl2 + 2 H2O M (OH )2 + 2 H + + 2 Cl -
2 H + + 2e H2 Apabila lapisan film pelindung korosi pecah atau rusak maka akan timbul
korosi secara lokal. Dengan adanya oksigen akan mempercepat proses pitting.
Suatu bentuk anoda akan terbentuk pada bagian lapisan film pelindung korosi dan lapisan pelindung yang tidak rusak akan bertindak sebagai katoda. Produk korosi meyebabkan terjadinya sumuran sehingga semakin lama semakin dalam dan titik ini merupakan tempat adanya konsentrasi tegangan sehingga dapat menyebabkan korosi tegangan dan korosi kelelahan. (Korosi Logam oleh Organisme dalam Air Laut ) Korosi tegangan ( stress corrosion cracking )
b. Selective attack (leaching) dengan adanya noda
Kerusakan beton akibat korosi gejala awalnya kerusakan beton bertulang ditunjukkan dengan adanya noda berwarna coklat ( seperti sarang tawon ) pada beton disekitar keberadaan tulangan beton. Noda ini adalah akibat dari proses korosi baja, yang dapat merembes sampai ke permukaan beton tanpa menimbulkan keretakan, melainkan melalui pori - pori beton. Keretakan beton terjadi karena hasil korosi besi , dimana
akibatnya adalah terjadi retak dan spalling pada selimut beton. Dengan terjadi
retak dan spalling tersebut, secara langsung akan menurunkan kekuatan
strukturnya.

11. PERLINDUNGAN SELIMUT BETON DAN MEKANISME KOROSI PADA BAJA TULANGAN

Selimut beton merupakan komposit dari semen portland (campuran kalsium silikat dan kalsium aluminat), pasir, dan campuran-campuran lainnya. Selimut beton berfungsi seperti lapisan coating yang memberikan proteksi yang sangat baik pada baja tulangan. Selain itu, campuran semen portland dengan air akan menghasilkan kalsium silikat hidrat dan kalsium hidroksida yang bersifat basa dengan pH berkisar antara 13-13,5. Kondisi pori beton yang bersifat basa ini akan membuat baja dalam kondisi pasif (terbentuk lapisan pasif yang protektif) dan tidak terkorosi.
Ketahanan terhadap korosi yang dihasilkan selimut beton akan tetap terjaga selama selimut beton dapat menahan masuknya udara dan air. Apabila selimut beton terlalu tipis atau terlalu berpori, kerusakan akibat korosi akan terjadi karena penetrasi air yang mengandung oksigen terlarut melalui pori beton. Masuknya oksigen terlarut ini akan memicu terjadinya rangkaian sel elektrokimia yang menyebabkan terjadinya korosi.
Klorida terlarut merupakan penyebab utama terjadinya korosi dalam selimut beton. Ion klorida dapat berasal dari penetrasi air laut, atau dapat juga berasal dari air dan pasir yang digunakan dalam campuran selimut beton. Adanya ion klorida yang bersifat agresif akan membentuk senyawa asam dan bereaksi dengan selaput pasif yang bersifat basa, sehingga selaput pasif akan rusak dan baja tulangan akan terkorosi. Korosi akibat penetrasi ion klorida umumnya terjadi secara setempat (pitting corrosion)
Gas karbondioksida juga dapat menyebabkan terjadinya korosi pada baja tulangan, namun dengan laju yang jauh lebih lambat daripada korosi yang disebabkan oleh penetrasi ion klorida. Karbonasi selimut beton terjadi akibat interaksi antara gas karbondioksida di atmosfer dengan senyawa hidroksida dalam larutan pori selimut beton. Adanya proses karbonasi ini menyebabkan penurunan pH selimut beton dan menyebabkan pergeseran potensial korosi baja tulangan menjadi aktif terkorosi. Hal-hal yang mempercepat penetrasi karbondioksida pada selimut beton antara lain rendahnya kandungan semen, tingginya rasio air/semen, pengeringan beton yang kurang memadai, dan adanya retakan serta cacat pada permukaan selimut beton. Proses karbonasi ini juga dapat meningkatkan porositas selimut beton, sehingga tidak mampu lagi mencegah Penetrasi klorida sebagai ion agresif.

12. PENCEGAHAN KOROSI PADA BAJA TULANGAN
Korosi baja tulangan beton umumnya dicegah dengan menggunakan sistem proteksi katodik, baik dengan sistem arus paksa (impressed current) maupun sistem anoda tumbal. Sistem arus paksa biasanya lebih disukai untuk memproteksi baja tulangan dalam selimut beton. Sistem ini dapat dilakukan dengan tiga cara : dipasang pada arus konstan
   dipasang pada tekanan rectifier konstan
   potensial rebar dibuat konstan (dengan elektroda standar)
Pemasangan proteksi katodik dengan system arus paksa harus dirancang sedemikian rupa karena prestressed tension wires yang digunakan dapat berpotensi menimbulkan hydrogen embrittlement. Untuk sistem proteksi katodik dengan anoda tumbal, dapat digunakan digunakan metoda galvashield atau zinc hydrogel anodes.
Selain itu, pencegahan kerusakan beton juga dapat dilakukan untuk mencegah penetrasi oksigen terlarut dalam air, ion klorida dan karbondioksida ke dalam selimut beton, dengan cara meningkatkan daya lekat serta meminimumkan porositas selimut beton sebagai berikut :
   menggunakan beton dengan rasio air:semen seminimum mungkin untuk meminimumkan porositas
   menggunakan pasir dan kerikil yang seragam
   air yang digunakan dalam campuran semen adalah air bebas klorida
   menambah ketebalan selimut beton
   melapisi selimut beton dengan coating dari organosilicon. Senyawa organosilicon akan membentuk ikatan kimia yang bersifat hidrofobik, sehingga penetrasi air dan garam terlarut dapat dibatasi
   baja tulangan yang akan dibungkus selimut beton harus bersih, bebas dari kerak untuk memberikan daya lekat selimut beton yang baik


13. KESIMPULAN

Korosi pada struktur beton yang diperkuat baja tulangan di lingkungan laut dapat terjadi karena oksigen terlarut, penetrasi ion klorida dan karbonasi beton oleh gas karbondioksida. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan korosi pada baja tulangan struktur beton adalah dengan menggunakan proteksi katodik, serta melakukan pencegahan kerusakan pada selimut beton dengan meningkatkan daya lekat selimut beton dan meminimumkan porositas selimut beton untuk mencegah penetrasi oksigen terlarut dalam air, ion klorida dan gas karbondioksida. Peningkatan kualitas beton adalah metode yang optimal untuk memperpanjang waktu layan bangunan beton dan memperkecil biaya perawatan.Untuk mendapatkan hasil perbaikan dan perkuatan yang tepat guna dan mencegah hasil-hasil yang tidak diharapkan, maka diperlukan koordinasi antara pihak-pihak yang melakukan investigasi, pengujian, evaluasi dan pelaksanaan. Oleh sebab itu diperlukan keterlibatan semua pihak terkait mulai dari konsultan perencana, konsultan pengawas, kontraktor spesialis dan supplier dari bahan-bahan perbaikan atau perkuatan. Karena tanpa adanya koordinasi yang baik, maka tidak dapat diharapkan hasil yang maksimal.Dan yang terpenting masing-masing tahapan harus dilakukan oleh pihak-pihak yang berkompeten dan berpengalaman di bidangnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar