Laut merupakan wilayah yang paling luas di permukaan
dunia, dengan luas mencapai 70% dari seluruh permukaan dunia, dan memiliki
sifat korosifitas yang sangat agresif. Untuk itu, struktur atau peralatan yang
terpasang di laut dan terbuat dari logam, seperti jembatan, tiang pancang
dermaga atau anjungan minyak, telah diberi proteksi untuk mengendalikan
serangan korosi di lingkungan laut. Salah satu bentuk proteksi yang umum
diterapkan adalah menggunakan selimut beton (concrete encasement) padabajatulangan. Walaupun telah diproteksi
dengan selimut beton, masih sering ditemukan baja tulangan beton yang terserang
korosi, yang tentu saja berdampak pada menurunnya kekuatan struktur. Makalah
akan membahas mengenai aspek-aspek penyebab dan pengendalian korosi pada baja
tulangan beton yang digunakan untuk struktur-struktur yang di lingkungan laut.
1. Bahan
a. Kelebihan Beton
Kelebihan beton dibanding dengan bahan bangunan lain adalah:
1. Harga relatif murah karena menggunakan bahan-bahan dasar dari bahan
lokal
. Beton termasuk bahan aus dan tahan terhadap kebakaran, sehingga biaya
perawatan termasuk rendah
3. Beton termasuk bahan yang berkekuatan tekan tinggi, serta mempunyai
sifat tahan terhadap pengkaratan/pembusukan oleh kondisi alam.
4. Ukuran lebih kecil jika dibanding dengan pasangan batu
5. Beton segar dapat dengan mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk
apapun dan ukuran seberapapun tergantung keinginan.
b. Kekurangan beton
Kekurangan beton dibanding dengan bahan bangunan lain adalah :
1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah sehingga mudah retak, oleh
karena itu diperlukan baja tulangan untuk menahannya.
2. Beton segar mengerut saat pengeringan dan beton keras mengembang jika
basah sehingga dilatasi (construction joint) perlu diadakan pada beton yang
berdimensi besar untuk memberi tempat bagi susut pengerasan dan pengembangan
beton.
3. Beton dapat mengembang dan menyusut bila terjadi perubahan suhu,
sehingga perlu dibuat dilatasi untuk mencegah terjadinya retak-retak akibat
perubahan suhu
4. Beton sulit untuk kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat
dimasuki air, dan air yang membawa garam dapat merusak beton
5. Beton bersifat getas sehingga harus dihitung dan didetail secara
seksama agar setelah dikombinasikan dengan baja tulangan menjadi bersifat
daktail
2. Permasalah
Daerah yang paling agresif pada lingkungan laut adalah zona atmosferik
dan zona percikan (splashing),
karena pada zona tersebut kandungan oksigen sangat tinggi, sehingga
meningkatkan laju korosi. Bentuk-bentuk serangan korosi yang umum terjadi di
lingkungan laut adalah korosi merata, korosi galvanik, korosi sumuran (pitting) dan korosicelah(crevice).
Agresivitas lingkungan laut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti :
· Laut merupakan elektrolit yang memiliki sifat konduktivitas tinggi
· Kandungan oksigen terlarut cukup tinggi
· Temperatur permukaan laut umumnya tinggi
· Ion klorida pada air laut merupakan ion agresif
· Adanya biofouling
3. Rekomendasi Untuk Mendapatkan Struktur Beton yang Durable di
Lingkungan Laut
•
Penggunaan bahan dasar beton
(seperti agregat) dan beton berkualitas baik
•
Pemberian selubung beton dengan
ketebalan tertentu yang sesuai dengan kondisi lingkungan yang akan dihadapi.
Semakin korosif lingkungan, semakin tebal selimut beton yang dibutuhkan
•
Pengontrolan lebar retak yang
boleh terjadi pada beton bertulang saat dikenakan beban layan (service load). Semakin korosif
lingkungan semakin kecil lebar retak yang boleh terjadi pada beton
•
Perlindungan terhadap tulangan
(menghindari korosi)
•
Pemberian bahan penyelubung
tulangan
Tahapan Pelaksanaan :
•
Penggunaan material-material dasar
yang berkualitas baik dan memenuhi persyaratan teknis yang berlaku
•
Pelaksanaan pengecoran beton yang
baik
•
Pemadatan beton yang baik
•
Perawatan beton yang baik
•
Penggunaan material baja tulangan
yang mutunya baik dan seragam. Ketidakseragaman mutu bahan logam dapat menjadi
pemicu terjadinya korosi
• Penerapan lapisan pelindung yang baik
Aspek durabilitas dan aksi merusak
dari lingkungan yang menyebabkan kegagalan struktur terutama struktur beton
bertulang yang terekspos di lingkungan agresif yang ditinjau adalah lingkungan
laut, dimana aksi merusak adalah peristiwa korosi pada baja tulangan yang
diakibatkan oleh penetrasi ion klorida yang bersumber dari air laut. Pemodelan
usia layan yang didefinisikan sebagai tahap inisiasi korosi mengacu pada
Kondisi batas diambil sebagai kondisi dimana nilai konsentrasi klorida pada
tulangan setelah waktu dan jarak tertentu telah melebihi/sama dengan nilai
ambang batas klorida yang disyaratkan. Probabilitas kegagalan didefinisikan sebagai
tingkat probabilitas awal terjadinya korosi. Studi
parametrik dilakukan terhadap variasi nilai selimut beton, nilai koefisien
difusi, nilai konsentrasi klorida dipermukaan dan nilai ambang batas klorida
serta kondisi eksposur dari lingkungan laut.
4. Lingkungan agresif
Definisi lingkungan agresif ACI Committee
mendefinisikan lingkungan agresif pada beton adalah lingkungan yang rawan
terhadap serangan kimia, yang didalamnya termasuk serangan klorida, serangan
sulfat, asam karbonasi, serta lingkungan air laut. Lingkungan yang demikian
menyebabkan terjadinya abrasi pada beton dan terjadinya korosi pada tulangan
beton.
Serangan air laut Derajat keasaman air laut pada
umumnya berkisar antara 8,2 sampai dengan 8,4 Dilihat secara umum air laut
mengandung 3,6 % sampai dengan 4 %
garam yang terlarut, dimana garam – garam
tersebut terdiri dari 75% Natrium
Khlorida ( NaCl ), 10% Magnesium Sulfat
(MgSO4), dan 10 % garam sulfat (Magnesium Sulfat, Gypsum, dan Kalium Sulfat),
NaCl tidak bereaksi dengan hasil hidrasi semen. Namun kristalisasi dari
garam di dalam pori akan menyebabkan kehancuran. Hal ini terutama terjadi
pada beton yang terletak di antara batas pasang surut. Untuk beton bertulang,
penyerapan air laut oleh beton menyebabkan terbentuknya daerah anoda dan katoda,
akibatnya proses elektrolit dari ion-ion ini menghasilkan korosi pada tulangan
baja akibat kehancuran beton di sekitarnya. Uap Cl - di permukaan laut bisa
menyerang ke struktur – struktur di
atasnya sejauh kurang lebih 20 m. Karat yang terjadi akibat peristiwa
korosi
tulangan tersebut mempunyai volume kurang lebih 2,5 % kali lebih besar
yang
menyebabkan beton tersebut pecah., Protection Against Chloride – Induced
Corrosion )
5. Derajat Keasaman
Besi dalam beton sebenarnya tahan terhadap korosi karena sifat alkali
dari beton ( pH 13 – 14 ) sehingga terbentuk lapisan pasif di permukaan
besi
dalam beton. Derajat keasaman beton adalah dalam kondisi basa. Perendaman
beton di dalam larutan yang agresif akan mengakibatkan terjadinya proses
karbonasi (carbonation),
intrusi ion – ion klorida dan gas CO2 sehingga
cenderung menghilangkan sifat basa dan merusak lapisan pasif pada
permukaan besi. Dengan rusaknya lapisan pasif tersebut, dengan mudah tulangan
akan menjadi terkorosi
6. Kadar Klorida ( Chloride
Content)
Kadar klorida atau chloride content merupakan suatu nilai yang penting
dalam
mengidentifikasikan kondisi tulangan beton terutama terjadinya korosi
pada
tulangan beton akibat serangan ion klorida umlah ion klorida maksimum adalah
jumlah konsentrasi ion klorida maksimum yang terdapat dalam beton yang telah
mengeras pada umur 28 hari
hingga 42 hari yang didapat dari bahan campuran termasuk air, agregat,
bahan
bersemen, dan bahan campuran tambahan. ( SNI : 03-2854-1992 )
Jumlah
maksimum ion klorida tidak boleh melebihi nilai batas seperti
yang ditentukan pada tabel berikut ini :
Jumlah Maksimum Ion Klorida Jenis Komponen Struktur
Beton Dalam beton dinyatakan dalam % terhadap massa semen
Beton prategang 0,06 Beton bertulang berhubungan dengan 0,15 klorida Beton
bertulang yang selalu kering atau 1,00 terlindung dari lembab Beton polos 0,30
Sumber : SNI 03 – 2854 – 1992
7. Half Cell Potential
Fungsi metode Half Cell
Potential Metode pungujian ini mencakup teknik estimasi daya listrik Half Cell Potential baja tulangan
tanpa lapisan pelindung dalam beton di laboratorium. Untuk menentukan besarnya
korosi pada baja tulangan. Half Cell
Potential ini dapat dipakai untuk semua sampel tanpa memperhitungkan
ukuran ataupun kedalaman lapisan penutup beton pada baja tulangan dan dapat
digunakan setiap saat selama jangka waktu hidup balok beton, dalam hal ini Half Cell Potential hanya dapat
digunakan untuk tulangan yang terselimuti oleh beton. Hasil yang diperoleh dari
pengujian ini tidak harus dianggap sebagai alat untuk memperkirakan materi
struktural yang menyusun baja atau balok beton bertulang. Untuk mendapatkan
hasil yang lebih akurat, diperlukan sumber data lain seperti kandungan klorida
dan derajat keasaman beton.
Bagian – bagian Alat half Cell Potential ( ASTM C
876 – 91 )
1. Half Cell Half Cell yang
terbuat dari sulfat copper – copper terdiri dari sebuah
tabung keras atau wadah
yang berisi materi dielektrik yang tidak bereaksi
dengan copper atau sulfat
cooper, sebuah kayu penyerap atau sumbat plastik
yang selalu basah karena
adanya daya kapiler, dan sebuah batang tembaga
yang dimasukkan ke dalam tabung
pada larutan sulfat copper jenuh. Larutan
ini harus dibuat dengan reagent sulfat copper yang larut
dalam air suling.
Larutan dapat dianggap jenuh ketika terjadi endapan di dasar
larutan.
Tabung yang digunakan memiliki diameter dalam tidak kurang dari
1
inchi ( 2,54 cm ); diameter sumbat penyerap tidak boleh kurang dari 0,5
inchi
( 1,3 cm ); diameter batang tembaga tidak boleh kurang dari 0,25 inchi
(
0,6 cm ) dengan panjang yang tidak kurang dari 2 inchi ( 5 cm ).
1. Alat
pembagi arus listrik Alat pembagi arus listrik dapat digunakan untuk menyediakan
jembatan tahanan listrik berdaya rendah antara permukaan beton dan half cell. Alat ini terdiri dari satu
sejumlah spon pra – basah dengan tahanan listrik rendah dalam bentuk larutan.
Spon ini bisa dibalut seluruhnya dan Half
Cell Potential, sebagian atau secara keseluruhan merefleksikan kandungan
kimia lingkungan elektroda. Sebagai misal, peningkatan konsentrasi klorida
dapat mengurangi konsentrasi ion belerang pada bagian anoda baja sehingga
merendahkan ( menjadikan lebih negatif ) nilai potensial.
8. Corrosion inhibitor
Pada saat ini studi mengenai corrosion inhibitor telah mengalami
perkembangan, hal ini seiring dengan kebutuhan dunia konstruksi khususnya pada
pembuatan beton bertulang di lingkungan agresif. Lingkungan agresif dalam hal
ini merupakan daerah yang mempunyai kandungan kimia tinggi yang dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada struktur beton, baik pada beton itu
sendiri seperti terjadinya pelapukan beton, maupun terjadinya korosi pada
tulangan beton. Untuk dapat mengakomodasi kebutuhan tersebut maka corrosion inhibitor juga mengalami
perkembangan baik dari tingkat keefektifannya sampai pada cara
pengaplikasiannya yang semakin praktis.
Seperti kita ketahui corrosion inhibitor sudah banyak diaplikasikan
secara luas di
negara – negara maju saat ini. Hal ini merupakan tantangan bagi
dunia industri
beton bertulang di Indonesia untuk juga dapat mengaplikasikan
corrosion inhibitor secara lebih
luas. Pada hakekatnya corrosion
inhibitor tidak
hanya dapat digunakan untuk mengurangi terjadinya korosi
pada tulangan beton,
tetapi secara otomatis dapat meningkatkan lifetime beton bertulang,
khusunya
yang berada di lingkungan agresif. Untuk mengakomodasi kebutuhan ini
maka
dikembangkan corrosion inhibitor yang
dapat diaplikasikan secara mudah,
memiliki tingkat keefektifan yang tinggi
tanpa mengurangi durability,
permeability serta kualitas beton itu sendiri
Secara umum terdapat perbedaan Yang mendasar pada beton bertulang dengan corrosion inhibitor dan beton
bertulang non corrosion inhibitor, dimana
pemakaian corrosion inhibitor pada
beton bertulang bertujuan untuk menghalangi terjadinya reaksi zat-zat agresif
dengan logam besi (tulangan) yang dapat mengakibatkan terjadinya korosi.Pada
beton bertulang non corrosion
inhibitor selimut beton tidak akan mampu untuk mencegah terjadinya
reaksi kimia yang dapat mengakibatkan tulangan beton menjadi terkorosi.
Perbedaan terjadinya korosi pada beton
bertulang dengan corrosion inhibitor dan beton bertulang non
corrosion inhibitor
Salah satu Corrosion inhibitor yang
dikembangkan saat ini adalah
Corrosion Inhibitor
Ferrogard 903.
Inhibitor dapat didefinisikan sebagai zat kimia yang apabila
ditambahkan/dimasukkan dalam jumlah sedikit ke dalam suatu zat koroden
( lingkungan yang korosif ) dapat secara efektif memperlambat atau
mengurangi
laju pengkaratan yang ada.
Corrosion inhibitor Ferrogard 903
Ferrogard 903 merupakan salah satu corrosion
inhibitor yang cara
pemakaiannya dilapiskan pada permukaan beton bertulang. Ferrogard 903 dapat
masuk dan menyelimuti beton bertulang tersebut kemudian melindunginya
dari
korosi baik akibat khlorida maupun akibat karbonasi pada beton. Ketebalan
lapisan film pada permukaan tulangan yang dibentuk oleh Ferrogard 903 adalah
setebal 10 -8m: Sika Ferrogard 901 and 903, corrosion inhibitors - evaluasion
of test programe :). Ferrogard 903 merupakan
gabungan dari amino alkohol, organik dan anorganik inhibitor
Lapisan film ini memperkecil akses dari oksigen terhadap tulangan baja
pada katoda dan memperkecil baja menjadi larut pada anoda.
9. SERANGAN KIMIA PADA BETON
a. Serangan Sulfat
•
Unsur yang berperan:
Mg SO4 : dari air laut/tanah
Ca(OH)2 : hasil sampingan reaksi hidrasi beton/semen
C3A : salah satu senyawa kimia dalam semen portland
1
Bentuk-bentuk reaksi:
Pertukaran ion Ca2+ dengan Mg2+
•
Reaksi lanjutan pada gypsum:
•
Pencegahan:
mengikat
Ca(OH)2 dengan menggunakan supplementary cementing materials seperti flyash,
silica fume dan slag mengurangi kandungan Ca(OH)2 dengan menggunakan semen tipe
II dan V mengurangi kandungan C3A pada semen (semen tipe II dan V) meningkat
tingkat kekedapan beton (rasio w/c yang rendah).
Type Pozolan,
ada beberapa kelebihan. Selama ini, semen jenis Portland sudah dikenal dengan
baik, yaitu jenis semen yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen
Portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan
digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk
kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah bahan tambahan lain.
Sedangkan semen jenis Pozolan (Portland Pozolan) yaitu jenis bahan pengikat
hidrolis dihasilkan dengan cara menggiling bersama sama terak semen Portland
dan bahan yang mempunyai sifat pozolan, atau mencampur secara merata bubuk
semen Portland dan bubuk bahan yang mempunyai sifat pozolan dan boleh di tambahkan
bahan-bahan lain asal tidak mengakibatkan penurunan kualitas.
Definisi Pozolan menurut ASTM C 618-96 adalah bahan yang mengandung
senyawa silika atau silika dan alumina, di mana walaupun Pozolan tidak punya
sifat sementasi, tetapi dengan bentuknya yang halus, dengan adanya air maka
akan terjadi, bereakasi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada suhu biasa,
membentuk senyawa yang memiliki sifat-sifat seperti semen (kalsium silikat dan
kalsium aluminat hidrat).
Dibandingkan dengan sifat fisika semen Portland maka kekuatan awal semen
Portland Pozolan agak lebih rendah akan tetapi pada perkembangan reaksi
berikutnya, akan terjadi dua reaksi yang bersamaan yaitu reaksi antara Portland
cement dengan air dan reaksi antara silika aktif (amorf) dengan Ca (OH)2
dan air sehingga kekuatan Portland Pozolan semakin lama menjadi semakin tinggi.
Seputar perbedaan aktivitas peningkatan resistensi SBC terhadap serangan
air laut dan sulfat baik pada SBC maupun semen Portland Cement type II maupun
type V dapat dijelaskan sebagai berikut:
1
Eliminasi pembentukan enttringite
dengan menurunkan C3A (3CaO .Al2O3).Pada semen Portland Type II dan
Type V, C3A diturunkan berturut-turut maksimum 8% dan 5% sedangkan
pada SBC tergantung pada Silica Amorf yang ditambahkan, makin besar Silica
Amorf yang ditambahkan C3A makin kecil dan enttringite makin
sedikit.
2
Menurunkan pembentukan enttringite
dengan mengeliminasi Ca (OH)2 dari hasil reaksi C3S
(3CaO.SIO2) dan C2S (2CaO.SIO2) dengan
air.Pada semen Portland type II dan type V tidak bisa mengeliminasi Ca(OH)2
sedangkan pada SBC terjadi pengeliminasian Ca(OH)2 yaitu
dengan jalan pengikatan Ca(OH)2 oleh Silica Amorf membentuk CSH (
semen gel ) baru.
3
Meningkatkan kekedapan melalui
pembentukan CSH (semen gel) baru. Pada semen Portland type II dan V tidak ada
pembentukan CSH (semen gel) baru, sedangkan pada SBC ada peningkatan kekedapan
dengan terbentuknya CSH baru: SIO2+Ca(OH)2+H2 ==>
CSH
b. Aksi Klorida
•
Bentuk reaksi:
Pertukaran ion Ca2+ dengan Mg2+
Hasil reaksi klorida berupa kalsium klorida yang dapat larut dalam air
laut sehingga dapat mengarah pada penyusutan material : melemahkan beton.
•
Pencegahan:
mengikat Ca(OH)2
mengurangi kandungan Ca(OH)2
meningkatkan tingkat kekedapan beton
10. SERANGAN MIKROBILOGIS PADA BETON
a. Pitting corrosion (Korosi bintik – bintik jamur)
Korosi secara lokal dimana proses korosi terbatas pada satu lokasi dan
berusaha menembus keadaan logam atau material yang bersangkutan.
Penyebab dari pitting corrosion adalah
adanya ion-ion klorida merupakan
suatu autokatalitik katalis dari korosi tersebut. Dengan adanya air,
garam klorida
ini akan terhidrolisa dan menghasilkan ion klorida kembali.
M M ++ + 2e M ++ + 2Cl - MCl2 MCl2 + 2 H2O M (OH )2 + 2 H + + 2 Cl -
2 H + + 2e H2 Apabila lapisan film pelindung korosi pecah atau rusak maka
akan timbul
korosi secara lokal. Dengan adanya oksigen akan mempercepat proses pitting.
Suatu bentuk anoda akan
terbentuk pada bagian lapisan film pelindung korosi dan lapisan pelindung yang
tidak rusak akan bertindak sebagai katoda. Produk korosi meyebabkan terjadinya
sumuran sehingga semakin lama semakin dalam dan titik ini merupakan tempat
adanya konsentrasi tegangan sehingga dapat menyebabkan korosi tegangan dan
korosi kelelahan. (Korosi Logam oleh Organisme dalam Air Laut ) Korosi tegangan
( stress corrosion cracking )
b. Selective attack (leaching) dengan adanya noda
Kerusakan beton akibat korosi gejala awalnya
kerusakan beton bertulang ditunjukkan dengan adanya noda berwarna coklat (
seperti sarang tawon ) pada beton disekitar keberadaan tulangan beton. Noda ini
adalah akibat dari proses korosi baja, yang dapat merembes sampai ke permukaan
beton tanpa menimbulkan keretakan, melainkan melalui pori - pori beton.
Keretakan beton terjadi karena hasil korosi besi , dimana
akibatnya adalah terjadi
retak dan spalling pada selimut
beton. Dengan terjadi
retak dan spalling tersebut,
secara langsung akan menurunkan kekuatan
strukturnya.
11. PERLINDUNGAN SELIMUT BETON DAN MEKANISME KOROSI PADA BAJA TULANGAN
Selimut beton merupakan komposit dari semen portland (campuran kalsium
silikat dan kalsium aluminat), pasir, dan campuran-campuran lainnya. Selimut
beton berfungsi seperti lapisan coating yang memberikan proteksi yang sangat
baik pada baja tulangan. Selain itu, campuran semen portland dengan air akan
menghasilkan kalsium silikat hidrat dan kalsium hidroksida yang bersifat basa
dengan pH berkisar antara 13-13,5. Kondisi pori beton yang bersifat basa ini
akan membuat baja dalam kondisi pasif (terbentuk lapisan pasif yang protektif)
dan tidak terkorosi.
Ketahanan terhadap korosi yang dihasilkan selimut beton akan tetap
terjaga selama selimut beton dapat menahan masuknya udara dan air. Apabila
selimut beton terlalu tipis atau terlalu berpori, kerusakan akibat korosi akan
terjadi karena penetrasi air yang mengandung oksigen terlarut melalui pori
beton. Masuknya oksigen terlarut ini akan memicu terjadinya rangkaian sel
elektrokimia yang menyebabkan terjadinya korosi.
Klorida terlarut merupakan penyebab utama terjadinya korosi dalam selimut
beton. Ion klorida dapat berasal dari penetrasi air laut, atau dapat juga
berasal dari air dan pasir yang digunakan dalam campuran selimut beton. Adanya
ion klorida yang bersifat agresif akan membentuk senyawa asam dan bereaksi
dengan selaput pasif yang bersifat basa, sehingga selaput pasif akan rusak dan
baja tulangan akan terkorosi. Korosi akibat penetrasi ion klorida umumnya
terjadi secara setempat (pitting
corrosion)
Gas karbondioksida juga dapat menyebabkan terjadinya korosi pada baja
tulangan, namun dengan laju yang jauh lebih lambat daripada korosi yang
disebabkan oleh penetrasi ion klorida. Karbonasi selimut beton terjadi akibat
interaksi antara gas karbondioksida di atmosfer dengan senyawa hidroksida dalam
larutan pori selimut beton. Adanya proses karbonasi ini menyebabkan penurunan
pH selimut beton dan menyebabkan pergeseran potensial korosi baja tulangan
menjadi aktif terkorosi. Hal-hal yang mempercepat penetrasi karbondioksida pada
selimut beton antara lain rendahnya kandungan semen, tingginya rasio air/semen,
pengeringan beton yang kurang memadai, dan adanya retakan serta cacat pada
permukaan selimut beton. Proses karbonasi ini juga dapat meningkatkan porositas
selimut beton, sehingga tidak mampu lagi mencegah Penetrasi klorida sebagai ion
agresif.
12. PENCEGAHAN KOROSI PADA BAJA TULANGAN
Korosi baja tulangan beton umumnya dicegah dengan menggunakan sistem
proteksi katodik, baik dengan sistem arus paksa (impressed current) maupun sistem anoda tumbal. Sistem arus paksa
biasanya lebih disukai untuk memproteksi baja tulangan dalam selimut beton.
Sistem ini dapat dilakukan dengan tiga cara : dipasang pada arus konstan
• dipasang pada tekanan rectifier konstan
• potensial rebar dibuat konstan (dengan elektroda standar)
Pemasangan proteksi katodik dengan system arus paksa harus dirancang
sedemikian rupa karena prestressed
tension wires yang digunakan dapat berpotensi menimbulkan hydrogen embrittlement. Untuk sistem
proteksi katodik dengan anoda tumbal, dapat digunakan digunakan metoda galvashield atau zinc hydrogel anodes.
Selain itu, pencegahan kerusakan beton juga dapat dilakukan untuk
mencegah penetrasi oksigen terlarut dalam air, ion klorida dan karbondioksida
ke dalam selimut beton, dengan cara meningkatkan daya lekat serta meminimumkan
porositas selimut beton sebagai berikut :
• menggunakan beton dengan rasio air:semen seminimum mungkin untuk
meminimumkan porositas
• menggunakan pasir dan kerikil yang seragam
• air yang digunakan dalam campuran semen adalah air bebas klorida
• menambah ketebalan selimut beton
• melapisi selimut beton dengan coating dari organosilicon. Senyawa
organosilicon akan membentuk ikatan kimia yang bersifat hidrofobik, sehingga
penetrasi air dan garam terlarut dapat dibatasi
• baja tulangan yang akan dibungkus selimut beton harus bersih, bebas dari
kerak untuk memberikan daya lekat selimut beton yang baik
13. KESIMPULAN
Korosi pada struktur beton yang
diperkuat baja tulangan di lingkungan laut dapat terjadi karena oksigen
terlarut, penetrasi ion klorida dan karbonasi beton oleh gas karbondioksida. Beberapa
upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan korosi pada baja tulangan
struktur beton adalah dengan menggunakan proteksi katodik, serta melakukan
pencegahan kerusakan pada selimut beton dengan meningkatkan daya lekat selimut
beton dan meminimumkan porositas selimut beton untuk mencegah penetrasi oksigen
terlarut dalam air, ion klorida dan gas karbondioksida. Peningkatan kualitas
beton adalah metode yang optimal untuk memperpanjang waktu layan bangunan beton
dan memperkecil biaya perawatan.Untuk mendapatkan hasil perbaikan dan perkuatan
yang tepat guna dan mencegah hasil-hasil yang tidak diharapkan, maka diperlukan
koordinasi antara pihak-pihak yang melakukan investigasi, pengujian, evaluasi
dan pelaksanaan. Oleh sebab itu diperlukan keterlibatan semua pihak terkait
mulai dari konsultan perencana, konsultan pengawas, kontraktor spesialis dan
supplier dari bahan-bahan perbaikan atau perkuatan. Karena tanpa adanya
koordinasi yang baik, maka tidak dapat diharapkan hasil yang maksimal.Dan yang
terpenting masing-masing tahapan harus dilakukan oleh pihak-pihak yang
berkompeten dan berpengalaman di bidangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar